SEJAK kecil, mayoritas dari kita pasti selalu disuruh agar rajin minum air susu oleh orangtua. Alasannya sangat klasik: agar cepat besar dan jadi anak pinlar. Para produsen susu juga menghujani masyarakat melalui media massa tentang manfaat meminum susu.
Namun, beberapa tahun terakhir, ajakan meminum susu secara masif lersebut mengundang perdebatan. Apalagi, sejak maraknya kampanye pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif bagi anak bingga bemsia minimal enam bulan. Sorotan terhadap khasiat air susu sapi semakin tajam lantar-an terbukli memicu efek samping yang bersifat negatif. Ternyata, orang yang mengkonsumsi susu sapi dan produk turunannya dapat mengalami alergi.
Dalam ilmu kesehatan, alergi susu sapi (ASS) didefinisikan sebagai suatu reaksi tidak diinginkan yang diperantarai secara imunologis akibat protein susu sapi. Alergi ini biasanya dikaitkan dengan reaksi hipersensitivilas tipe 1. Perantaranya adalah IgE, yaitu anti-bodi yang berperan besar terhadap alergi susu sapi.
berdasarkan penelitian, sebagian besar reaksi alergi susu sapi diperantarai oleh antibodi tersebut Porsinya sebanyak 1,5% dari Total kasus alergi susu sapi. Sementara jumlah penderita alergi
susu ini sekilar 2%-7% dari total populasi bayi di dunia.
Alergi susu sapi juga dapat terjadi tanpa perantaraan IgE. Media perantaranya adalah antibodi lain, yakni IgB dan igM. Bahkan, kejadian alergi susu sapi melibatkan reaksi imunologi antara IgE dan IgB atau IgM.
Cara mendiagnosis
Zakiudin Munasir, konsultan alergi imunoiogi di Rumahsakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, menjelaskan, protein susu merupakan penyebab alergi yang paling umum. Alergi susu sapi adalah reaksi penyimpangan terhadap protein susu sapi casein dan whey yang diperantarai antibodi IgE maupun non-IgE.
Alergi susu sapi yang diperantarai IgE lebihi mudah didiagnosis. Sementara yang non-lgE sulit karena reaksi tubuh muncul lebih lambat dan belum memiliki gejala umum. Jadi, perlu fes khusus untuk memastikan alergi itu.
Yang perlu diwaspadai, dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah kasus alergi susu sapi pada bayi dan anak. Dampaknya bervariasi, dari ringan sampai berat. Menurut Zakiudin, alergi susu dapat menetap sampai akhir masa anak-anak.
Agar terhindar dari bahaya tersebut di kemudian hari, dunia kesehatan saat ini telah memperkenalkan DBPFC atau Double Blind Placebo Controlled Food Challe-nge Tests untuk mendetoksi alergi makanan pada anak. Pengujian ini dilakukan berdasarkan riwayat alergi makanannya dan hasil uji tusuk kulit si anak (RAST). Metode diagnosis alergi susu sapi yang lain dapat dilakukan melalui uji provokasi. Yakni pengujian dilakukan dengan memberikan kan formula berbahan dasar susu sapi di lokasi tertentu. Uji provokasi merupakan diagnosis lanjutan untuk memastikan alergi yang di derita pada anak.
Nah, jika Anda merasa khawatir terhadap potensi alergi susu sapi pada anak, sebaiknya melaksakan beberapa metode pengujian fersebut. Sebab, jangan sampai proses tumbuh kembang anak terganggu karena kekurangan nutrisi yang menunjang kemampuan otak dan daya tahan tubuh. Pengujian alergi susu sapi ini juga mengendalikan Anda sebagai orangtua meracik menu makanan buat si buah hati. Sehingga, asupan nutrisi alau gizi tetap seimbang.
“Orang tua harus mewaspadai ini,”
Sumber : Koran Kontan 10 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar